PERIODE TAHUN 1946
A. Konsolidasi dan Pemyempurnaan Aparatur Pemerintah Sipil dan Pembentukan TRI Resimen II Divisi II Jambi
Pada
tanggal 11 Februari 1946 d Sarolangun diadakan rapat para Perwira TRI
Keresidenan Jambi yang dipimpin oleh Panglima Divisi II Kolonel Hasan
Kasim, dan dihadiri oleh Kolonel Abunjani.
Sebagai keputusan rapat ialah:
1. Pembentukan Kesatuan TKR Keresidenan Jambi menjadi TRI Resimen II Provinsi Jambi.
2. Menunjuk
Letnan Kolonel Teuku Mohd. Isya sebagai Komandan resimen II Jambi,
yang pada waktu itu masih menjabag sebagai Kepala Polisi Kersidenan
Jambi.
3. Menetapkan pangkat pada Perwira yang hadir dalam rapat secara defenitif mulai dari Letnan Dua sampai dengan Letnan Kolonel.
4. Peresmian
TRI Resimen II Divisi II Jambi dan pelantikan para Perwira akan
dilaksanakan di kota Jambi pada tanggal 24 Februari 1946.
Struktur dan Personalian Inti Resimen II/Divisi II Jambi adalah:
1. Komandan : Letnan Kolonel Teuku Mohd. Isa
2. Kepala Staf : Kapten R. A. Rachman Kadipan
Markas Resimen II/Divisi II Jambi berkedudukan di Jambi.
Panglima
Divisi II Sumatera Selatan Kolonel Hasan Kasim pada tanggal 24
Februari 1946 meresmikan TRI Resimen II Divisi II Jambi dan melantik
para Perwira dari pangkat Letnan Dua ke atas, bertempat di lapangan
Tungkal Straat (sekarang terminal oplet kota Rawasari) kota Jambi.
Pada
bulan April 1946 untuk melengkapi kekurangan personalia Resimen II
Divisi II Jambi, atas permintaan Komandan Resimen II telah mendapatkan
tambahan personalia dari Divisi II yaitu:
- Jawatan II Siasat
Letnan Satu A. Roni
Letnan Dua M. Nawawi
Letnan Muda Mukhtar
- Polisi Tentara
Letnan Satu R. Sumardi
Letnan Muda Saman Idris
Letnan Muda W. Sumardi
B. Terbentuknua Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI)
Akibat
pelanggaran wilayah RI oleh kapal perang Belanda di perairan Kuala
Tungkal dan melakukan provokasi serta pencegatan terhadap Kapal motor
yang lewat, maka dari Palembang Sumatera Selatan didatangkan sepasukan
ALRI. Pasukan ALRI ini berkekuatan 15 orang dengan Komandan Letnan Dia
(Laut) Sanusi, di antara 7 (tujuh) orang ditempatkan di pelabuhan Kuala
Tungkal dengan Komandan Sersa mayor (Laut) Arwansyah dan selebihnya
ditempatkan di pelabuhan ALRI Kasang kota Jambi (sekarang pelabuhan
kapal Pertamina Jambi)
Dengan
makin gentingnya situasi perjuangan, pada bulan September 1948
pangkalan ALRI dipindahkan seluruhnya ke Kuala Tungkal, sedangkan
pangkalan ALRI Jambi merupakan bagian dari kesatuan ALRI yang
berpangkalan di Boom Baru palembang dnegan KOmandan Kaptem (Laut)
Sarongsong.
PERIODE TAHUN 1947
JAMBI DAN PERANG KEMERDEKAAN PERTAMA
A. Angkatan Laut Belanda Memasuki Perairan Kuala Tungkal
Dalam
Persetujuan Linggar Jati yang ditandatangani oleh pemerintah RI dan
pemerintah Belanda pada tanggal 2 Maret 1947, pemerintah Belanda
menyatakan pengakuannya terhadap kedaulatan pemerintah RI atas wilayah
Jawa, Madura dan Sumatera.
Akan
tetapi berdasarkan laporan-laporan yang diterima, Angkatan Laut
Belanda sering mengadakan patroli di daerah perairan Kuala Tungkal
(Kabupaten Tanjung Jabung) serta menagkap kapal-kapal yang lewat di
perairan tersebut. Ini berarti pelanggaran terhadap Persetujuan Linggar
jati. Oleh karena, maka pada awal bulan April 1947 Letnan Muda Ardjai
dari Polisi Tentara Sub Detasemen Muara Sabak bersama Sersan Mayor
Laisa dan Inspektur Polisi Marpi mendatangi kapal Angkata Laut yang
beroperasi di sekitar Kuala Tungkal, Kampung laut yang amsih merupakan
daerah perairan RI. Angkatan Laut Belanda yang berada di kapal
diperingatkan bahwa mereka telah memasuki perairan RI dan minta supaya
segera meninggalkan perairan tersebut. Pimpinan Angkatan Laut Belanda
menyatakan bahwa mereka berada di Perairan Internasional dan langsung
menahan Letnan Muda Ardjai dan rombongannya dengan tuduhan extrimis
yang mengancam keamanan patroli Angkatan Laut Belanda. Tuduhan tersebut
dibantah oleh Letnan Muda Ardjai dengan menyatakan bahwa mereka adalah
Tentara Resmi RI (TRI), sebagai bukti dikemukakan bahwa mereka memakai
pakaian seragam TNI lengkap dengan Tanda Pangkat dan Surat Perintah
Jalan dari kesatuannya. Bantahan tersebut tidak diacuhkan oleh Angkatan
laut Belanda dan Letnan Muda Ardjai bersama teman-temannya tetap
ditahan.
Bebrpa
saat kemudian, datang Kepala Kepolisian Keresidenan Jambi Komisaris
Polisi Zainal Abidin bersama beberapa orang staf yang terdiri dari Ajun
Inspektur Polisi Asmara Siagian, Komandan Polisi Sutarjo, Agen Polisi
Arifin Maelan serta mahyudi Diah Syahbandar Kuala Tungkal dan Long
Jakfar anggota Lasykar Hulubalang dengan dikawal oleh pasukan TNI
bersenjata lengkap dipimpin oleh Letnan Muda M. Saman Idris Komandan PT
Sub Detasemen Muara Sabak. Dalam pasukan tersebut turut Letnan Muda
Nungcik Alcaff dan Letnan Muda Ilyas Jana’ib.
Kepada
Pimpinan Angkatan Laut Belanda yang berada di kapal tersebut, Kepala
Polisi KeresidenanJambi menyampaikan protes dan memperingtkan Angkatan
Laut Belanda karena telah memasuki Perairan RI dan Angkatan Laut Belanda
menyatakan bahwa masalah tersebut supaya dibicarakan nanti dengan
Pimpinan Tentara Kerajaan Belanda di Palembang. Ternnya Kepala Polisi
Keresidenan jambi bersama teman-temannya dibawa ke Palembang sebagai
tahanan dengan tuduhan memprovokasi kapal perang Belanda.
Di
Palembang, semua tawanan diajukan ke pengadilan dan dengan bantuan
Gubernur Muda Sumatera Selatan Dr. M. Isa semua tawanan tersebut
akhirnya di vonis bebas. Pada saat perjalanan dari tempat tahanan ke
ruangan pengadilan selalu mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat
Palembang di jalan yang dilalui dnegan mengacungkan tangan sebagai
simpati terhadap perjuangan mereka.
Pada
bulan Mei 1947, sebuah Kapal Dagang bernama KM. Bali ditangkap Belanda
di perairan Kuala Tungkal dan kampung Laut menuju jambi. Selain
barang-barang dagangan seperti beras, di kapal tersebut juga terdapat
penumpang:
1. Kapten M. Thaib RH (Komandan Kompi Kuala Tungkal)
2. Sersan Mayor Cedet/Kadir Naning (Ajudan) dan beberapa orang pengawal
3. Pembantu Inspektur Kls. II Asmara Siagian (anggota polisi)
4. Guru Daud (Kepala Jawatan Agama Kuala Tungkal)
5. H. Abdullah Azis (Hakim Agama Kuala Tungkal)
6. H. Mohd. Thaib (Pegawai Kantor Agama Kuala Tungkal)
7. Gumri Abdullah (guru agama) dan beberapa orang sipil lainnya.
KM. Bali dengan semua penumpangnya di bawa ke Tanjung Pinang (Riau), sedangkan beras di buang ke laut.
Kapten
M. Thaib RH dan Letda R. Umar serta anak buahnya ditawan di Tanjung
Pinang, sedang penumpang sipil lainnya dibebaskan. Kapten M. Thaib RH
dan anak buahnya baru dibebaskan setelah penyerahan kedaulatan RI.
Dalam
bulan Juni 1947, Letnan Muda A. Laman Yatub dan Sersan ALRI Tambunan
ditangkap Belanda di perairan antara Kuala Tungkal dan kampung Laut,
mereka bertugas membawa pejuang-pejuang dari Kuala Tungkal yang
tergabung dalam Lasyakar Hulubalang untuk dikirim ke Front Muara
Rupit/Lubuk Linggau.
B. Aksi Militer Belanda I (Perang Kemerdekaan Pertama)
Pada
tanggal 27 Juli 1947 Belanda melancarkan Aksi Militer Pertama,
berbagai kota besar di Jawa dan Sumatera diserang dan diduduki.
Berlainan dengan kota-kota lainnya di jambi secara langsung tidak
menglami serangan secara besar-besaran tetapi Belanda lebih
meningkatkan blokade ekonominya dan perang urat syaraf yang telah
dimulainya sebelum melakukan Aksi Militer Pertama. Dengan demikian, di
Sumatera hanya Jambi dan Aceh saja yang tidak diserang Belanda pada
aksi militernya yang pertama.
Belanda
tidak menyerang Jambi secara besar-besaran karena diperkirakan Jambi
mempunyai persenjataan yang lengkap yang didatangkan dari luar negeri,
karena pada waktu itu jambi sempat mamur, dari hasil perdagangan
barternya dengan Singapura memiliki senjata berat seperti meriam Anti
Air Craft (AAC), Senapan Mesin 12,7 di samping senajata-senjata ringan.
Perairan
yang menghubugkan Jambi dengan dunia luar seperti Kuala Enok, Kuala
Tungkal, Kampung Laut dijaga ketat oleh kapal-kapal perang Belanda.
Kapal-kapal dagang yang melintasi diperiksa, barang-barang yang dibawa
dirampas dan orang-orang yang dicurigai ditangkap.
Dalam
bulan Agustus 1947, pada saat makin memuncaknya Operasi Kapal Perang
Belanda, seuah kapal Belanda mendekati Kuala Betara (Kabupaten Tanjung
Jabung), kapal-kapal tersebut dikejar oleh Kapal Patroli ALRI NURI I
dipimpin oleh Letnan Duna (Laut) M. Sanusi sebagai Komandan dengan 7
orang anak buahnya dengan berbekal semangat pantang mundur ”MERDEKA ATAU
MATI”, mereka langsung menyerang kapal Belanda dan terjadi kontak
senjata. Karena kekuatan senjata tidak seimbang, maka kapal Kapal NURI I
mengalami rusak berat, dua anggota ALRI gugur, seorang di antaranya
Kopral (Laut) Buang yang dimakamkan di Dabo Singkep. Kapal Nuri I
bersama seluruh awak diseret ke Tanjung Pinang dan Letnan Duan (Laut) M.
Sanusi yang mengalami luka berat beserta anak buahnya ditawan Angkatan
laut Belanda.
Sementara
itu di dataran jambi, untuk menjatuhkan mentak masyarakat dan pasukan,
sebuah pesawat pemburu Belanda ”Mustang” terbang berputar-putar di
atas kota Jambi dan melakukan penembakan di Paal Merah, kemudian
terbang menyusuri sungai Batang Hari ke arah uluan pulau Musang dan
seorang penduduk menjadi korban tewas pada saat itu. Sebuah kapal
lambung ”Tek Kho Seng” yang berjhenti di Lubuk Ruso kena tembakan,
kapal ini membawa perbekalan antara lain minyak untuk keperluan tentara
yang berada di Uluan di bawah pimpinan Kapten A. Chatib dikawal oleh
PT di pimpin oleh Letnan Muda Ardjai. Akibat penembakan itu, Kapten A.
Chatib, Sersan Yunus dan Achmad seorang petugas gugur pada waktu itu
juga.
PERIODE TAHUN 1948
A. Angkatan Laut Belanda Sering Masuk Ke Sungai Tungkal Sembari Melakukan Penembakan
Pada
tanggal 4 Juni 1948, Kapal Patroli/Speed Boat Angkatan Laut Belanda
memasuki sungai Tungkal sambil menembaki pelabuhan dan asrama TNI di
jalan Kemakmuran, kontak senjata ini berjalan selam 1 (satu) jam. Dalam
pertempuran ini gugur seorang Angkatan Laut kita bernama Pratu AL. A.
Mana. Melihat dari pantai darat pelabuhan TNI/AL dan tentara cadangan
melakukan perlawanan yang sangat gigih, Kapal Patroli Belanda mundur ke
laut lepas.
Pada
tanggal 20 Juli 1948, kapal perang Belanda kembali memasuki sungai
Tungkal, dari laut kapal perang ini melakukan penembakan kepertahanan
TNI/AD dan TNI/AL (kalau dilihat sekarang tempat pertahan TNI/AD dan
TNI/AL di pantai daerah Ancol Beach). Dalam pertempuran ini gugur di
pihak TNI/AD Pratu A. Kadir Syawal dan di pihak TNI/AL Pratu Basri Sete,
selama 2 (dua) jam daerah pantai Parit III hingga Tangga Raja Ulu
Parit I terus dihujani tembakan Meriam dan mortir serta senjata
otomatis lainnya.
Pada tanggal 23 Desember 1948, kapal perang Belanda menembaki pertahanan TNI/AD di pantai Tanjung Solok Kampung
Laut kecamatan Muara Sabak. Dalam pertempuran ini guru dari pihak
TNI/AD Pratu Yusuf dan Pratu Amat. Setelah melakuakn penembakan di
Tanjung Solok, pasukan Belanda mendarat di Kampung laut, sewaktu tentara
melakukan pendaratan, salah seorang masyarakat Kampung Laut yang
bernama Santung menyerang pasukan Belanda seorang diri dan dapat melukai
salah seorang Tentara Belanda dan Santung dibrondong senjata otomatis
dan gugur ditempat kejadian.
B. Penempatan Pasukan Untuk Perang Gerilya
- Bataliyon Jambi dipimpin oleh Mayor A. MArzuki mempersiapkan pemindahan basis komandonya dari Kebun Kelapa Kota Jambi ke Km 15 jalam Tempino, lokasi Onderneming Karet Pondok Meja (5 Km dari jalan raya)
- Bataliyon Merangin dipimpin oleh Letnan Kolonel Harun Sohar berkedudukan di Muara Tembesi, menempatkan pasukannya yang terdiri dari:
- Di Kuala Tungkal ditempatkan satu seksi kesatuan Angkatan Darat dengan Komandan Letnan MUda A. Fattah Leside dan satu Detasemen CPM dengan Komandan Letnan Muda Syamsul Bakhri dan wakilnya Sersan Mayor A. Murad Alwi, di samping itu terdapat satu kesatuan ALRI dengan Komandan Sersan Mayor. T. Anwar Syah.
PERIODE TAHUN 1949
KOTA KUALA TUNGKAL DIDUDUKI TENTARA BELANDA
A. Pembentukan Pasukan Selempang Merah
Pada
tanggal 21 Januari 1949, dengan didudukinya kota Kuala Tungkal oleh
Belanda, tokoh-tokoh masyarakat, alim ulama, cerdik pandai menyingkir ke
luar kota, di antaranya berada di seberang Kuala Tungkal. mereka
tanggal 25 Januari 1949 mengadakan pertemuan yang terdiri dari berbagai
suku guna menghimpun kekauatan untuk mengadakan serangan balasan. Atas
mufakat bersama, mereka membentuk Front Rimba dengan susunan pengurunya
sebagai berikut:
Ketua : H. Syamsuddin (merangkap bendahara)
Wakil Ketua : A. Sanusi (Guru Parit Api-api)
Anggota : 1. H. Hanafiah (Kepala Parit Selamat)
2. Kadir (Kepala Parit Keramat)
3. Imran (Kepala Parit Bakau)
4. Zuhri (Kepala Parit Palembang)
5. Durasit (Kepala Parit Sungai Rawai)
6. Abdullah (Kepala Parit Api-api)
Bagian Penggempur : Abdul Selamat
Dibanti Oleh : 1. Zaidun
2. H. Saman Mangku (Pasar Kuala Tungkal)
3. H. Hanafiah (Kepala Parit Selamat)
Front Rimba membentuk barisan yang diberi nama ”Barisan Selempang Merah”.
Tujuan
dari mendirikan Barisan/Lasyakar Selempang Merah ini adalah untuk
menggempur Belanda yang menduduki Kuala Tungkal. Oleh sebab itu, harus
dipilih siapa yang akan memimpin Barisan Selempang Merah, terutama waktu
menyerbu/menyerang kedudukan Belanda.
Maka
terpilihlah Abdul Samad yang disebut kemudian dnegan istilah
”Panglima” (lebih populer dengan sebutan ”Panglima Adul”). Disepakati
pula bila Selempang Merah menyerang Belanda harus bersama dengan TNI
dan taktik berada di bawah komando TNI.
B. Front Rimba Disempurnakan
Untuk
kelanjutan perjuangan, diperlukan pengumpulan dana/makanan secara
lebih terkoordinir. Maka pada tanggal 15 februari 1949 di Pembengis
ditetapkan penyempurnaan pengurus ”Front Rimba”, yaitu:
Ketua : H. Syamsuddin (merangkap bendahara)
Wakil Ketua : A. Sanusi (Guru Agama)
Kepala Penggempur : H. Saman (Kepala Parit Selamat)
Anggota : 1. Amri (Guru Agama)
2. H. Zakaria (Imam Mesjid)
3. Alan (Anggota DPW)
4. Tarli (Anggota DPW)
Dapur Umum : Rakyat Pembengis
Perbekalan : Dharma Bhakti Rakyat
Penerangan : Jawatan Penerangan yang Terdiri Dari Hasan. AR, Asrie Rasyid dan Rusli Rasyid.
Dokumentasi : Camat Masdar
Dengan
penyempurnaan Front Rimba, maka persiapan-persiapan perlawanan bisa
dilakukan dengan lebih baik dan terencana, banyak sumbangan dari
masyarakat seperti beras, kelapa, sayur, ayam, ikan, gula, kopi, rokok
dan lain-lainnya dibawa dengan perahu ataupun berjalan kaki. Tidak
jarang dari mereka ikut mendaftarkan diri untuk bertempur melawan
Belanda.
Khusus
tugas penerangan adalah untuk menggugah semangat juang rakyat, melalui
selebaran-selebaran yang dibuat secara sederhana yang isinya dikutip
dari siaran ALL INDIA RADIO, BBC siaran untuk Timur Jauh yang isinya
menguntungkan perjuangan.
Alat-alat seperti radio-Accu, stensil dan mesin tik
diperoleh dari masyarakat yang dengan ikhlas memberikan untuk
keperluan perjuangan. Radio accu disumbangkan oleh H. Dahlan seorang
pengusaha dari Kuala Tungkal.
Setelah
beberpa kali Pembengis di serang oleh Belanda karena letaknya yang
tidak jauh dari Kuala Tungkal sekitar 7 (tujuh) Km, maka dirasakan tidak
aman sebagai markas Front Rimba, oleh karenanya pengurus Front Rimba
disebar keberbagai tempat.
C. Pertempuran-pertempuran di Kuala Tungkal
Pada
tanggal 21 Januari 1949 jam 11.30 WIB, beberpa buah kapal Belanda
menyerang Kuala Tungkal dengan melepaskan tembakan meriam dan mortir.
Salah satu sasaran tembakan mereka adalah Masjid Raya (Jami’) Kuala
Tungkal, pada saat manaumat Islam sedang bersiap-siap melaksanakan
sholat jum’at.
Akibat
serangan tersebut, shalat jum’at tidak berlangsung. Setelah merasa
aman, Belanda mendaratkan pasukannya sambil terus melepaskan tembakan
senjata berat untuk melindungi pasukannya yang sedang melakukan
pendarata.
Pasukan
TNI dipimpin oleh Letnan Muda A. Fattah mengadakan perlawanan sambil
mundur ke arah Parit Gompong. Dua orang prajurit dan seorang pemuda
pejuang guru bahasa Inggris bernama R. Selamat gugur kena tembak belanda
pada saat akan meledakkan landman yang sudah dipasang sebelumnya di dekat Kantor Pos.
Pemerintah
Kewedanaan Kuala Tungkal dipimpin oleh Wedana Noerdin bersama Kepala
Polisi Wilayah I.P.I Mahyuddin Harahap, Camat Tungkal Ilir Masdar
beserta staf Pemerintah Kewedanaan Kuala Tungkal di bawah hujan peluru
meriam dan mortir mundur menuju desa Pembengis melalui Parit Gompong
kecuali beberapa pejabat antara lain Camat Masdar, dari Kepolisian,
Penerangan dan lain-lain, Wedana Noerdin, Kepala Polisi Mahyuddin
Harahap dan lain-lain meneruskan perjalanan menuju Desa Parit Deli
Betara Kiri Kecamatan Tungkal Ilir.
Pembengis
adalah sebuah desa kecil yang terletak 7 (tujuh) Km dari Kuala
Tungkal, penuh dengan para pengungsi yang terdiri dari berbagai
golongan, di samping pejabat pemerintahan dan pasukan TNI.
Setelah
Tentara Belanda mendarat di Kuala Tungkal, Belanda terus maju ke araha
pembengis dengan maksud untuk mematahkan perlawanan pasukan TNI. Pada
jam 17.00 WIB di Parit Gompong dihadang oleh Pasukan TNI yang dipimpin
oleh Sersan Mayor Kadet Madhan. AR, sehingga terjadi tembak menembak
selama 15 (lima belas) menit. Belanda kemudian mengundurkan diri ke
Kuala Tungkal dengan menderita korban beberpa orang tewas dan luka-luka.
D. Serangan Pasukan TNI Pertama
Pada
tanggal 23 Januari 1949, setelah mundur dari Kuala Tungkal, satu regu
Pasukan TNI di bawah pimpinan Sersan Kadet Mayor Madhan. AR, ditugaskan
Komandan Sektor 1023 untuk mengadakan patroli mengintai posisi Tentara
Belanda. Di Parit Gompong mereka bertemu dengan Tentara Belanda
sehingga terjadi pertempuran yang mengakibatkan beberapa orang serdadu
Belanda tewas dan luka-luka.
Pada
tanggal 23 Januari 1949 malam, rakyat parit Selamat Seberang Tungkal,
melakukan pembakaran asrama TNI di jalan Kemakmuran Lama Kuala Tungkal.
Pasukan ini dipimpin oleh Abdul Samad (Adul).
E. Serangan Selempang Merah dan TNI
Seperti
telah diuraikan, dengan didudukinya Kuala Tungkal oleh Belanda, maka
tokoh-tokoh masyarakat di Parit Selamat tungkal III Kota Kuala Tungkal
pada tanggal 25 Januari 1949 telah membentuk Front Rimba yang diketuai
oleh H. Syamsuddin Penghulu Tungkal III.
Pengurus Front Rimba ini adalah mereka yang sudah mempelajari amalan Selempang
Merah yaitu amalan yang didasarkan pada ajaran agama Islam
yangmeyakini bahwa apabila amalan dilaksanakan sebagaimana yang sudah
ditentukan, maka yang bersangkutan akan dapat terhindar dari peluru
yang ditembakkan padanya.
Pembentukan
Front ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat karena sesuai
dengan keyakinan mereka, bahwa perang melawan penjajah Belanda, apabila
gugur berarti masti syahid karena berjuang untuk kepentingan membela
bangsa, negara dan agama seperti yang diajarkan oleh para ulama pada
waktu itu.
Tanggal
7 Februari 1949 dengan menggunakan 9 (sembilan) buah perahu, dipimpin
oleh Abdul Samad yang dikenal dengan panggilan Panglima Adul. 41 orang
yang semuanya sudah mempelajari amalan Selempang Merah sebelum Belanda
menduduki Kuala Tungkal, dengan bersenjatakan parang, pisau, keris,
tombak dan senjata tajam lainnya, berangkat dari parit Selamat menuju
Kuala Tungkal. Pasukan dibagi empat, masing-masing dipimpin oleh:
1. Abdul Smaad
2. H. Saman
3. H. Nafiah
4. Zainuddin
Panglima
Lasykar Selempang Merah Front Tungkal Area Abdusshamad (Panglima
Adul) (Photo May 1937 saat Beliau masih di Johor Malaysia)
Panglima Lasykar Selempang Merah Front Tungkal Area H. Saman (Panglima Saman)
Panglima Selempang Merah bersama beberapa orang pimpinan pasukan Barisan Selempang Merah (BSM).
Keris senjata Panglima Haji Saman
Pakaian Panglima Haji Saman saat perang melawan penjajah Belanda di Kuala Tungkal
Sebagian
peralatan/senjata perang tradisional Lasykar Selempang Merah dalam
melawan Agresi Militer Belnda di Kuala Tungkal tahun 1949
Pada
jam 24.00 WIB, mereka meyerang pertahan Belanda secara serentak dan
mendadak, Belanda tidak memperkirakan/menduga sebelumnya. Pertempurang
terjadi sampai jam 09.00 WIB pagi. Karena penyerangan dilakukan secara
tiba-tiba/mendadak, banyak Tentara Belanda yang menjadi korban, di
antaranya terdapat tentara yang berpangkat Kapten. Barisan Selempang
Merah 2 (dua) orang gugur yaitu Arup bin Wahid dan A. Rachman serta dua
orang ditawan.
Dengan
berhasilnya serangan pertama ini, maka menambah keyakinan masyarakat
terhadap keampuhan amalan Selempang Merah, sehingga makin banyak yang
menyampaikan keinginan mereka untuk bertempur menyerang Belanda.
F. Serangan Pasukan Gabungan TNI dan Selempang Merah Dari Parit VII Tungkal I
Pada
tanggal 11 Februari 1949 serangan berikutnya terhadap Belanda
dilakukan secara gabungan oleh pasukan TNI dipimpin oleh A. Fattah
Leside dan Barisan Selempang Merah sebanyak 430 orang dipimpin oleh Panglima H. Abdul Hamid.
Pertempuran berlangsung di Parit III Tungkal V. Barisan Selempang
Merah bertempur dengan gagah berani bersenjatakan parang, mandau,
keris dan tombak. Dalam pertempuran terjadi perang tanding satu lawan
satu. 45 (empat puluh lima) orang Barisan Selempang Merah termasuk
Panglima H. Abdul Hamid gugur dekat bekas Pabrik Padai Kam Cang Kui.
Seorang TNI dan Letnan Muda A. Fattah Leside menderita luka-luka. Di
pihak Belanda juga berjatuhan banyak korban yang jumlahnya tidak dapoat
diketahui dengan pasti.
G. Serangan Dari Parit Bakau dan Gugurnya Panglima Adul
Perahu pertama pada urutan paling depan adalah perahu penglima Adul bersama Sersan Mayor CPM Murad
Alwi dan dua orang anggota CPM yaitu Kopral Badari dan Kopral Muhammad
serta 7 (tujuh) orang anggota Selempang Merah antara lain Abdullah.
Sersan Mayor CPM Buimin Hasan bersama beberapa anggota CPM dan Barisan
Selempang Merah berada pada perahu urutan ketiga.
Setelah
pasukan berada di tengah-tengah lautan, bertemu dengan sebuah kapal
perang Belanda. Panglima Adul dan kawan-kawan segera melepaskan tembakan
yang ditujukan kepada Tentara Belanda yang berada di atas kapal.
Seketika
itu terjadi tembak-menembak yang gencar dari kedua belah pihak.
Panglima Adul melompat ke dalam air dan berenang menuju kapal Belanda
dengan tujuan naik ke kapal untuk menyerbu Tentara Belanda yang ada di
atas kapal. Pada saat berpegang pada jangkar kapal, Panglima Adul terus
diberondong dengan tembakan senapan mesin oleh Tentara Belanda sehingga
pegangannya terlepas tenggelam dan tidak timbul lagi, Panglima Adul
gugur ditempat tersebut.
Tentara
Belada terus melepaskan tembakan senapan mesin yang mengakibatkan
beberapa perahu pecah atau terbalik, termasuk perahu dimana berada
Sersan Mayor CPM. A. Murad Alwi. Seorang anggota Barisan Selempang Merah
yang turut dalam perahu tersebut kena tembak dan gugur pada waktu itu
juga.
Dalam
hujan peluru Tentara Belanda itu, Sersan Mayor Murad Alwi berusaha
untuk mencapai pantai Tangga Raja Ulu Kuala Tungkal, dengan cara
mengambang dalam air, bernafas hanya melalui hidung, yang diusahakan
tetap berada di atas permukaan air. Setelah dengan susuah payah berhasil
mendarat di Tangga Raja Ulu, Murad Alwi baru menyadari kalau tangan
kirinya tembus kena peluru yang ditembakkan Belanda.
Dari
Tangga Raja Ulu, Murad Alwi segera menuju Parit Gompong dimana dia
bertemu dengan teman-temannya yang kemudian membawanya ke Beramitam dan
terus ke Teluk Nilau untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan.
Dalam
pertempuran ini, sebanyak 30 (tiga puluh) orang anggota Barisan
Selempang Merah dan dua orang CPM yaitu Kopral Badari dan Kopral
Muhammad gugur, sedangkan 15 orang lainnya luka-luka termasuk Sersan
Mayor CPM. A. Murad Alwi. Sersan Mayor CPM. Buimin Hasan bersama
anggota pasukan yang berada dalam perahunya dapat menyelamatkan diri dan
mendarat di pantai.
Kapal
Belanda di Kuala Tungkal diserang oleh Pasukan Selempang Merah dan TNI
dengan menggunakan Perahu dan senjata pedang dan lain-lain. (lukisan)
H. Basis Penyerbuan Dipindahkan ke Pembengis
Setelah
beberapa kali melakukan penyerbuan dari laut yang mengakibatkan
banyaknya jatuh korban, maka tokoh-tokoh pimpinan baik dari TNI maupun
Selempang Merah memutuskan untuk mengalihkan penyerbuan dari arah
daratan. Lokasi dipilih sebagai pusat/basis untuk mempersiapkan pasukan
adalah Pembengis yang letaknya lebih kurang 7 (tujuh) Km dari Kuala
Tungkal.
Untuk
menunjang/mengkoordinasikan pelaksanaan penyerangan melalui Front
Rimba yang telah disempurnakan mengurus penerimaan bantuan dari
masyarakat untuk keperluan perjungan seperti beras, kelapa,
sayur-sayuran, ikan, gula, kopi, roti, rokok dan lain-lain, di samping
mendaftarkan dan memilih mereka yang menyatakan keinginan untuk turut
berjuang dan bertempur melawan Tentara Belanda,
Untuk
keperluan, Front Rimba mendapatkan bantuan sebuah radio-accu dari H.
Dahlan seorang pengusaha yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan
informasi yang berguna untuk lebih memantapkan kelanjutan perjuangan.
Informasi yang diperoleh oleh petugas-petugas Jawatan Penerangan yang
tergabung dalam Front Rimba disebar luaskan kepada masyarakat antara
lain dari siaran Radio BBC untuk Timur Jauh yang menguntungkan
perjuangan.
Dengan
gugurnya Panglima Adul dan Panglima H. Abdul Hamid, maka pimpinan
Barisan Selempang Merah digantikan oleh Panglima H. Saman, yang selama
ini selalu mendampingi Panglima Adul dalam penyerbuan-penyerbuan
terhadap Tentara belanda.
Pada
persiapan terakhir penyerbuan ke Kuala Tungkal, telah mendaftar pada
Pengurus Front Rimba di Pembengis sejumlah 1000 (seribu) orang untuk
turut bertempur menyerang Belanda, setelah seleksi oleh suatu Tim
Penilai diterima sebanyak 441 (empat ratus empat puluh satu) orang,
sisanya dipersiapkan sebagai cadangan.
Setelah
semeua persiapan selesai dilakuakn, termasuk pengamaln ajaran/amalan
Selempang Merah langsung Panglima H. Saman, maka pada tanggal 23
Februari 1949 sejumlah 441 (empat ratus empat puluh satu) orang yang
terdiri dari anggota barisan Selempang Merah, TNI, Kepolisian, Pegawai
Sipil, Pamong Desa dan alim ulama, dipimpin oleh Pangluma H. Saman
menyerang kedudukan Belanda di Kuala Tungkal. Serangan ini meruapakan
yang paling besar jumlah pasukannya dan yang terbaik persiapannya
dibandingkan dengan serangan-serangan yang dilakukan sebelumnya.
Dalam Pasukan Penyerangan ini terdapat antara lain:
1. Sersan Mayor Kadet Madhan. AR (mewakili Komandan Sektor 1023 Front Tungkal Area)
A. Fattah Leside yang sedang dirawat luka-lukanya, dengan 3 (tiga)
orang anggota TNI lainnya, yaitu Sersan Syamsik, Kopral (L) Sakiban dan
Kopral CPM Sahring.
2. H. Syamsuddin (Ketua Front Rimba/Penghulu Tungkal III)
3. M. Sanusi (Wakil Ketua Front Rimba)
4. Masdar Ajang (Camat Tungkal Ilir)
5. Komandan Polisi Zulkarnaen Idris, Bustami dan lain-lain
Pasukan
dibagi menjadi 21 (dua puluh satu) kelompok yang dipimpini oleh
seorang Ketua dan Wakil Kelompok yang langsung dipimpin oleh Panglima
H. Saman. Pemberangkatan dilakukan dari Pembengis (Mesjid Tua) dan
sebelum sampai di Kuala Tungkal berhenti beberapa saat di Mesjid Parit
Gompong sambil melaksanakan amalan Selempang Merah sebagai persiapan
terakhir sebelum dilakukannya penyerbuan.
Menjelang
subuh, pasukan menyerbu Kuala Tungkal, menembus pos-pos penjagaan
Belanda. Terjadi pertarungan satu lawan satu dengan persenjataan yang
tidak berimbang. Pasukan Selempang Merah membakar rumah-rumah di sekitar
tempat digunakan sebagai tempat tinggal/asrama Tentara Belanda, tanpa
mengindahkan tembakan-tembakan mesin Belanda, sehingga banyak Tentara
Belanda karena khawatir dan panik lari naik ke kapal perang mereka yang
berlabuh di dermaga Kuala Tungkal.
Setelah
mengamuk hamper selama 3 (tiga) jam, Barisan Selempang Merah
mengundurkan diri kembali ke Pembengis dengan meninggalkan korban
sebayak 30 (tiga puluh) orang gugur sebagai pahlawan. Di pihak Belanda
juga jatuh banyak korban yang mati dan luka-luka berat maupun ringan.
Sejak terjadinya penyerangan itu, Tentara Belanda membuat rintangan-rintangan berupa pagar kawat berduri di sekeliling kamp mereka, supaya TNI dan Selempang Merah tidak akan menyerang lagi. Namun kenyataannya, TNI dan Selempang Merah tidak
pernah menghentikan penyerangannya. Tentara Belanda yang keluar dari
Kamp mengadakan patroli yang selalu dihadang dan dicegat oleh TNI dan
Barisan Selempang Merah.
Pada
tanggal 8 Maret 1949, kembali gabungan pasukan TNI dan Selempang Merah
dengan kekuatan sebanyak 150 orang (seratus lima puluh) orang dipimpin
oleh Panglima H. Saman menyerang kedudukan Belanda di Kuala Tungkal.
Dalam penyerbuan ini, 68 (enam puluh delapan) orang Barisan Selempang
Merah gugur, dan di pihak Belanda diperkirakan jatuh beberapa korban
yang disaksikan langsung oleh mereka yang selamat kembali ke pangkalan.
Rute
penyerang pasukan Gabungan Lasykar Selempang Merah dan TNI terhadap
markas pertahanan Belanda dalam Agresi Militer II Belanda di Kuala
Tungkal
I. Gugurnya Panglima Camak Dari Sungai Undan (Riau)
Pada tanggal 8 Maret 1949 pasukan Tentara Belanda mendarat di desa teluk Sialang, salah seorang anggota Selempang Merah kebetulan
berada di pasar Teluk Sialang bernama H. Baslan melihat Tentara
Belanda mendarat, H. Baslan anggota barisan Selempang Merah bersenjatakan
parang bungkul. H. Baslan diberondong dengan senjata otomatis oleh
Tentara Belanda dan gugur ditempat kejadian. H. Baslan semapt melukai
lengan kiri seorang Tentara Belanda (Belanda asli)
Pada
tanggal 16 Maret 1949, Panglima Camak Pimpinan Barisan Selempang Merah
dari Sungai Undan (Riau) memimpin 250 (dua ratus lima puluh) orang
Pasukan Barisan Selempang menyerbu Kuala Tungkal. Turut serta dalam
penyerbuan ini 25 (dua puluh lima) orang pasukan TNI dipimpin oleh
Sersan Mayor Kadet Madhan. AR.
Pasukan
diberangkatkan dari Mesjid Tua Pembengis. Dalam penyerbuan ini,
Panglima Camak di bawah hujan peluru yang ditembakkan belanda menyerbu
bersama pasukannya, melompati pagar berduri langsung menyerbu Belanda
yang berada di dalam kamp. Semantara pasukan TNI terus melepaskan
tembakan untuk melindungi mereka. Karena kekuatan senjata tidak
seimbang dimana pasukan Selempang Merah hanya menggunakan senjata tajam
seperti parang, pedang, keris, badik, tombak dan semacamnya. Sedangkan
Belanda menggunakan senajata modern otomatis seperti senapan mesin dan
lain-lai, Pasukan Selempang Merah mengundurkan diri kembali ke
Pembengis. Dalam pertempuran tersebut, Panglima Camak bersama 36 (tiga
puluh enam) orang anggota Barisan Selempang Merah gugur.
J. Markas Sektor 1023 Berpinda-pindah
Setelah
beberapa kali diserang oleh pasukan TNI bersama Barisan Selempang
Merah yang berpangkalan di Pembengis, maka Tentara Belanda meningkatkan
patrolinya ke Pembengis dan sekitarnya baik melalui laut dengan
menggunakan Kapal patroli BO yang dilengkapi dengan senjata berat maupun
melalui darat dari arah Parit Gompong sehingga pembengis tidak aman
lagi.
Komandan Sektor 1023 Tungkal Area Letnan Muda A. Fattah Laside bersama staf.
Berdiri di depan dari kiri ke kanan: Sersan Mayor Moerad Alwie, Sersan Mayor Kadet Madhan AR, Letnan Muda A. Fattah Laside dan Sakiban. Duduk jongkok di depan Mayor Buimin Hasan.
Berdiri di depan dari kiri ke kanan: Sersan Mayor Moerad Alwie, Sersan Mayor Kadet Madhan AR, Letnan Muda A. Fattah Laside dan Sakiban. Duduk jongkok di depan Mayor Buimin Hasan.
Untuk
kepentingan perjuangan selanjutnya tempat pemuatan dan persiapan
perjuangan berpinda-pindah dari satu tempat ketempat lainnya (mobile).
Komandan Sektor Letnan Muda A. Fattah Leside pertama kali memindahkan
markasnya ke Parit VII kemudian ke Parit Bakau, Sungai Gebar dan
terakhir pangkal Duri/Sungai Punggur.
Strategi dan taktik perjuangan selanjutnya tetap mempergunakan strategi dan taktik perang grilya (hita and run). Agar
strategi dan taktik ini berjalan lebih efisien dan efektif, oleh
karena Sektor 1023/Tungkal Area susunan Sektor atau Tungkal Area
disempurnakan dengan susunan sebagai berikut:
- Komandan Sektor/Pertempuran:
Letnan Muda A. Fattah Leside didampingi Letnan (U) Makky Perdana Kusuma.
- Wakil Komandan:
Sersan Mayor KAdet Madhan. AR.
- Komandan Sub Sektor Sungai Betara/Parit Deli:
Sersan Mayor (L) T. Anwar Syah.
- Komandan Sub Sektor Sungai Pengabuan:
Sersan Mayor CPM A. Murad Alwi.
Di
samping itu terdapat beberapa Kesatuan Tempur yaitu Kesatuan Tempur
yang masing-masing dipimpin oleh Sersan Mayor CPM Buimin Hasan, Komandan
Polisi Zulkarnaian Idris, Sersan Mayor (L) Sanusi dan Sakiban yang
bergerak dari satu tempat ketempat lainnya (mobile). Untuk
menyerang Belanda secara gerilya. Sampai diumumkannya Cease Fire
Ipenghentian tembak menembak/gencatan sejata). Pengahadangan terhadap
Tentara Belanda terus dilakukan di antaranya di Sungai Punggur, Teluk
Sialang, paar Sungai Serindit, Pasar Teluk Nilau, Sungai Gebar dan
lainnya.
Dalam
pertempuran di Sungai Gebar pada bulan April 1949, patroli temtara
belanda dihadang oleh pasukan TNI Angkatan Laut dipimpin oleh Sersan
Mayor (L) T. Anwar Syah didampingi oleh Letnan (U) Makky Perdanan
Kusuma. Setelah bertempur beberapa lama karena kalah dalam jumlah dan
jenis senjata, pasukan TNI mundur dengan korban 3 (tiga) orang luka
ringan di antaranya Letnan (U) Makky Perdanan Kusuma kena tembak dip aha
kirinya.
Tanggal
12 April 1949, Tentara Belanda dengan menggunakan kapal BO bersenjata
berat merapat di Pasar Desa Teluk NIlau, dengan mendaratkan pasukannya
dengan bersenjata lengkap. Melihat Tentara Belanda mendarat, pasukan
Barisan Selempang Merah menyebar di sekitar Pasar Teluk Nilau, melihat
Tentara Belanda yang sedang beriringan berjalan menuju daratan, salah
seorang anggota Barisan Selempang Merah bernama Aban menyerbu Tentara
Belanda seorang diri, belum sempat sampai ke pasukan Tentara Belanda,
Aban sudah diberondong dengan senjata otomatis Tentara Belanda dan Aban
meninggal ditempat kejadian.
K. Serdadu KL. Belanda Di Tangkap
Pada
awal bulan April 1949 setelah markas Sektor 1023 dipindahkan ke
Pangkal Duri, sebuah kapal perang Belanda mendekati pantai Pangkal
Duri. Sebelumnya Tentara Belanda memang sudah sering mengadakan patroli
di sekitar pantai pangkal Duri karena bahwa markas Sektor 1023/Tungkal
Area berada di tempat ini.
Kapal
perang itu penuh berisi serdadu asli bangsa Belanda yang disebut
Koningkelijke Leger (KL). Sebelum sampai di kuala Pangkal Duri, kapal
kandas di tengah laut karena air sedang surut. Dengan sebuah sekoci 3
(tiga) orang serdadu Belanda menuju kuala Pangkal Duri dengan maksud
menyelidiki situasi, tetapi tidak bias mendarat karena air surut.
Seorang Angkatan Laut Belanda yang tertawan oleh Tentara republik Indonesia (TRI)
sedang diintrogasi oleh Letnan Muda A. Haddy Kepala D. III Intel TNI. (lukisan)
Seorang
di antaranya dengan menggunakan perahu nelayan yang kebetulan lewat
berusaha untuk mencapai daratan Kuala Pangkal Duri dimana terdapat
rumah-rumah penduduk dan sebuah Pos Pabean (Bea Cukai). Sebelum samapi
di daratan, perahu sengaja dibalikkan oleh pemiliknya, kemudian oleh
penduduk yang berada di Kuala Pangkal Duri Tentara Belanda tersebut
ditangkap ramai-ramai dan dibawa ke Sungai Punggur, di antaranya turut
Adnan Hasibuan seorang Pegawai Bea-cukai yang sedang bertugas di Kuala
Pangkal Duri.
Melihat
peristiwa tersebut, dua orang serdadu Belanda yang berada di atas
sekoci segera kembali ke kapal. Di Sungai Punggur serdadu Belanda
tersebut dibawa kepada Komandan Sektor 1023 A. Fattah Leside kemudian
diperiksa oleh Letnan MUda A. Hadi Kepala Jawatan III?Intel Front Utara
yang kebetulan sedang berada di desa tersebut dalam rangka tugasnya
membantu situasi pertempuran di daerah Front Tungkal Area.
Sore
harinya sebuah kapal patroli Belanda BO dilengkapi dengan senjata
berat dan ringan melepaskan tembakan kea rah Kuala Pangkal Duri dan
Sungai Punggur tanpa arah yang pasti (membabi buta). Serdadu Belanda
kemudian naik ke darat terus melepaskan tembakan. Apsukan TNI
mengundurkan diri kepedalaman sambil melepaskan tembakan balasan untuk
memperlambat lajunya Tentara Belanda. Dalam peristiwa tersebut 30 (tiga
puluh) orang penduduk ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Kuala
Tungkal.
L. Perundingan Genjatan Senjata dan Penyerahan Kedaulatan Republik Indonesia
Pada
tanggal 27 Juni 1949 Pokok-pokok Persetujuan “Rum Royen” diumumkan
yang isinya antara lain mengenai peghentian tenbak menembak dari kedua
belah pihak. Pada tanggal 1 Agustus 1949 ditanda tangani persetujuan
bersama “Penghentian Tembak Menembak” dari kedua belah pihak.
Pengumuman pelaksanaannya disebarkan melalui radio, kawat keseluruhan
jajaran TNI di Nusantara. Sedangkan dari pihak belanda H. Y. Lovink
bertindak sebagai Wakil Tertinggi Mahkota Belanda di Jakarta,
menyampaikan keseluruh Tentara Belanda. Penghentian tembak menembak ini
diikuti dan diawasi oleh UNCI dan setelah poko persetujuan ini
dilaksanakan barulah dilanjutkan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Di
Jambi pada tanggal 3 Agustus 1949 diumumkan penghentian tembak
menembak oleh KUasa Militer Belanda, dengan memperbanyak
intruksi/Perintah Penghentian Tembak Menembak itu dalam bentuk surat
selebaran yang disebarkan dari pesawat udara karena kedudukan TNI
berada di kantong-kantong gerilya.
Selebaran
ini ditandatangani oleh Gubernur Militer Sumatera Selatan Dr. A. K.
Gani, yang berbunyi sebagai berikut: “ATAS PERINTAH PANGLIMA TERTINGGI
TNI TTKD. KUASA DIBERIKAN KON.SUM.KOL. HIDAYAT, MAKA SUMATERA SELATAN
MEMERINTAHKAN KEPADA SEMUA KESATUAN TNI SERTA BADAN PERJUANGAN RAKYAT
YANG BERSENJATA MENGHENTIKAN TEMBAK MENEMBAK DAN PERMUSUHAN SERTA TETAP
DITEMPAT MASING-MASING MULAI TANGGAL 03 AGUSTUS 1949 JAM 24.00. WAKTU
INDONESIA TTK PERINTAH HBS Dr. A.K. GANI”.
Asli
kawat ini langsung disampaikan oleh Gubernur Militer Sumatera Selatan
kepada Pemerintah Sipil Darurat Residen RI Jambi dan Komandan Sub
Teritorial Jambi.
Sebagai
kelanjutan dari kawat penghentian tembak menembak oleh Gubernur
Militer Sumatera Selatan tersebut dikeluarkan pada intruksi-intruksi
sebagai berikut:
1. Pemberitahuan
kepada Komanda-komandan Pasukan (Batalyon, Kompi, Seksi) TNI tentang
penentuan tempat berkumpul masing-masing kesatuan konsentrasi.
2. Supaya
diadakan Perundingan Pendahuluan antara Wakil TBA yang terdiri dari
Van Schendel dan Letnan Kolonel A. G. W. Navis dengan Local Joint
Commitee yang terdiri dari Kolonel Abunjani, Bupati M. Kamil dan mayor
Brori Mansyur.
Pada
tanggal 5 Sepetember 1949 diadakan perundingan diruangan Kantor Bupati
di Bangko, rombongan dari Local Joint Committee dikawal satu seksi TNI
bersenjata lengkap dengan membawa bendera merah putih.







